Ada Apa Dengan Bulan Ramadhan
“Barangsiapa
berpuasa didasarkan kepada keimanan dan harapan pahala dari Allah maka dosanya
yang telah lalu akan diampuni” (HR. Bukhori dan Muslim)
“Sholat
lima waktu, jum’at ke jum’at dan Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus
dosa-dosa diantaranya, apabila dosa-dosa besar telah dijauhi” (HR. Muslim)
2.
Pahalanya tidak
terbatas dengan jumlah tertentu. Rasulullah saw bersabda :
“Setiap amalan bani
Adam adalah untuknya dan satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh
kali lipat sampai 700 kali lipat. Allah swt berfirman : “Kecuali puasa, ia
adalah untuk-Ku dan aku akan membalasnya, dia telah meninggalkan syahwat dan
makanannya kare Aku” (HR. Muslim)
3.
Shaum adalah perisai. Maksudnya adalah
pelindung yang akan menjaga dan melindungi orang yang shaum dari perbuatan
sia-sia dan kotor. Disamping itu juga akan menjaganya dari api neraka.
Rasulullah saw bersabda :
“Puasa adalah
benteng (perisai). Maka apabila salah seorang kalian sedang berpuasa janganlah
berkata kotor dan mencela orang lain, apabila ada yang mencelanya atau
memeranginya, katakanlah : sesungguhnya aku sedang berpuasa” (HR. Bukhori dan
Muslim)
4.
Bau
mulut orang yang shaum lebih harum di sisi Allah dari pada aroma kesturi,
karena ia merupakan bagian dari dampak shaum.
5.
Orang
yang shaum memperoleh dua kebahagiaan; kebahagian ketika ia berbuka dan
kebahagiaan ketika kelak ia bertemu dengan Rabbnya.
6.
Shaum
akan memberikan syafaat kepada orang yang melaksanakannya pada harI kiamat.
Rasulullah saw bersabda :
“Puasa dan Al Qur’an
akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat. Akan berkata
puasa : Wahai Rabbku, aku mencegahnya dari makanan dan syahwat, karena itu
syafa’atkanlah aku padanya ! Sedangkan Al Qur’an berkata : Aku telah
mencegahnya dari tidur di malam hari, karena itu syafa’atkanlah aku padanya!.
Nabi bersabda : “Keduanya kemudian menjadi syafa’at” (HR. Ahmad)
Keutamaan
shaum tidak akan bisa diraih kecuali apabila orang yang melaksanakan shaum benar-benar menjaga adab-adab shaum. Karena
itu bersungguh-sungguhlah di dalam menjalankannya dan peliharalah
batasan-batasannya. Bertaubatlah kepada Allah dari
segala kekurangan kalian di dalamnya.
HIKMAH PUASA RAMADHAN
Shaum mempunyai banyak
hikmah yang menyebabkannya menjadi salah satu kewajiban dan rukun Islam.
Diantaranya adalah :
1. Sebagai Ibadah untuk bertaqorrub kepada Allah swt.
Yaitu dengan cara meninggalkan segala hasrat dan keinginan nafsu, yang
berupa makanan, minuman dan jima’. Dari situ akan terlihat kesungguhan
imannya, kesempurnaan ibadahnya kepada Allah swt, kekuatan cintanya kepada-Nya
serta harapannya di sisi-Nya. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang
dicintainya kecuali apabila ada yang lebih besar lagi darinya.
2.
Sarana
untuk meraih ketaqwaan.
Hikmah shaum lainnya
adalah bahwa ia merupakan penyebab lahirnya ketakwaan. Orang yang shaum diperintahkan agar
melaksanakan ketaatan dan menjauhi segala kemaksiatan. Rasulullah saw
bersabda :
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan zur ( dusta dan batil),
tindakan zur dan kejahilan, maka Allah tidak butuh kepada amalan meninggalkan
makanan dan minuman yang dilakukannya” (HR. Bukhori)
3. Memfokuskan hati untuk
kegiatan berpikir dan berdzikir.
Sebab, sebaliknya, memenuhi syahwat akan melahirkan kelalaian, bahkan
barangkali akan membuat hati menjadi keras dan membutakannya dari melihat
kebenaran. Oleh karena itu Nabi saw mmemberikan petunjuk agar makan
dan minum alakadarnya.
“Tiadalah bani adam mengisi wadahnya yang lebih jelek dari memenuhi
perutnya. Cukuplah kiranya beberapa suap makanan baginya untuk menegakkan tulang
punggungnya. Jika tidak dapat dihindarkan, maka sepertiganya untuk makanan,
sepertiganya untuk minuman dan sepertiganya lagi untuk pernafasan” (Hr. Ahmad,
Nasai dan Ibnu Majah)
Abu Sulaiman Ad Darooni berkata : “Jiwa itu
jika lapar dan dahaga, maka hatinya akan menjadu jernih dan halus. Akan tetapi jika ia kenyang, hati pun akan menjadi buta”.
4. Orang yang kaya akan mengetahui sejauh mana kebesaran nikmat Allah yang
telah dianugerahkan-Nya. Allah telah memeberikan nikmat kepadanya untuk bisa
makan, minum dan jima’, di mana banyak manusia lain yang tidak bisa
menikmatinya.
5. Shaum juga dapat melatih kita untuk belajar mengekang diri, menguasainya
serta melatih untuk mampu menahan diri, sehingga kemudian ia akan dapat
mengendalikannya dan mengarahkannya kepada kebaikan dan kebahagiaan. Sebab jiwa
itu memang selalu mengajak kepada hal-hal yang buruk, kecuali yang dirahmati
oleh Allah swt.
6. Menghilangkan sifat sombong.
Hikmah shaum lainnya adalah menyadarkan diri dan menghilangkan sifat
sombong sehingga ia akan tunduk kepada kebenaran. Rasa kenyang, banyak
minum, serta berjima’ dengan isteri, masing-masing akan menimbulkan kesenangan
yang kelewat batas, kesombongan, keangkuhan dan kecongkakan terhadap manusia
lain. Sebab, jiwa itu jika membutuhkan hal-hal semacam ini, maka ia akan
menyibukkan diri untuk meraihnya.
7.
Mempersempit
jalan syetan.
Pembuluh darah akan
menyempit manakala seseorang itu lapar dan dahaga, sehingga jalan syetan di dalam tubuh manusia pun menjadi sempit pula.
Sebab, syetan itu berjalan di dalam tubuh bani Adam pada pembuluh darah, sebagaimana disebutkan dalam Shohihain dari
Rasulullah saw. Dengan demikian bisikan-bisikan syetan akan berhenti karena
seseorang itu menjalankan shaum, demikian juga kerasnya syahwat dan amarah akan
melentur. Oleh karena itu Rasulullah bersabda :
“Wahai
sekalian pemuda, siapa diantara kalian yang sudah punya kemampuan. Maka hendaknya ia menikah, karena menikah itu lebih bisa menjaga pandangan
dan kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa, karena
puasa itu akan menjadi perisai baginya” (Muttafaq ‘alaih)
8.
Hikmah
lainnya adalah adanya manfaat-manfaat kesehatan yang disebabkan mengurangi
makan, mengistirahatkan alat pencernaan serta mengendapkan sebagian dari
kelembaban-kelembaban dan ampas-ampas yang merugikan badan.
HAL-HAL YANG HARUS DIJAUHI
Seorang
yang sedang melaksanakan ibadah shaum harus berusaha semaksimal mungkin
menjauhi dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan dilarang oleh Allah dan
Rasul-Nya dan menjauhi hal-hal yang dapat merusak hati dan puasanya, seperti
su’udzon, tajassus, gibah dsb.
Imam
Ibnu Qayyim Al Jauziyah menyebutkan
1.
Pergaulan
yang berlebihan.
2.
Mengarungi
Lautan angan-angan.
3.
Bergantung
Kepada Selain Allah swt.
Hal ini merupakan
perusak hati yang paling parah secara mutlak. Tidak ada yang lebih berbahaya
dari pada itu. Allah swt berfirman :
واتخذوا من دون الله ءالهة ليكونوا لهم عزا .
كلا سيكفرون بعبادتهم ويكونون عليهم ضدا . (مريم : 81-82)
واتخذوا من دون الله ءالهة لعلهم ينصرون . لا
يستطيعون نصرهم وهم لهم جند محضرون . (يس : 74-75)
4.
Makanan.
Perusak macam ini ada dua jenis :
1. Sesuatu yang dapat merusak karena dzatnya, seperti hal-hal yang
diharamkan. Yaitu ada dua jenis : (1) Muharromat lihaqqillah, seperti darah,
bangkai, daging babi dan daging hewan-hewan buas. (2) Muharromat lihaqqil Ibad,
seperti barang hasil curian, ghosob, nyamun atau barang yang diambil dari orang
lain tanpa ridhonya.
2.
Sesuatu yang dapat
merusak karena kadarnya dan melewati batas. Seperti isrof dalam hal-hal yang halal,
kenyang yang berlebihan.
5.
Banyak
Tidur.
Hal ini dapat
mematikan hati, memberatkan badan, menyia-nyiakan waktu dan akan mewariskan
kelalayan dan kemalasan.
Disamping lima hal di
atas, Imam Ibnu Rojab menambahkan :
6. Banyak bicara yang tidak bermanfaat.
Rasulullah saw bersabda :
“Tidak akan lurus iman seseorang sehingga hatinya lurus, tidak akan
lurus hatinya sehingga lurus lisannya, dan tidak akan lurus hatinya sehingga
lurus lisannya” (HR. Ahmad)
“Jangan kalian banyak bicara selain dzikrullah, karena banyak bicara
selain dzikrullah dapat mengeraskan hati. Sesungguhnya orang yang paling jauh
dari Allah adalah orang yang hatinya keras” (HR. Tirmidzi)
7. Pandangan berlebihan Yang Tidak Bermanfaat.
PEMANFAATAN WAKTU
Bagaimanakah caranya
agar waktu kita-khususnya di bulan Ramadahan- dapat membuahkan hasil yang
positif ?
Banyak cara yang dapat
kita tempuh agar waktu kita membuahkan hasil yang positif, diantaranya adalah :
1. Membaca, Menghafal dan mempelajari Kitabullah (Al Qur’an Al Karim).
2. Tholabul Ilmi. Bisa dilakukan dengan menghadiri majalisul ilmi,
mendengarkan kaset-kaset ceramah dean
membaca buku-buku yang bermanfaat.
3.
Dzikrullah.
Rasulullah saw telah mewasuatkan kepada para sahabatnya : “Hendaknya lisan
kalian selalu basah dengan dzikrullah” (HR. Ahmad)
4.
Banyak
melakukan Ibadah-ibadah sunnah. Rasulullah saw bersabda :
5.
Dakwah,
Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Memberi Nasihat.
6.
Berziarah
kepada kerabat dekat dan silaturrahim. Rasulullah saw bersabda :
7.
Memanfaatkan
waktu-waktu utama. Seperti ba’da shalat fardhu, antara adzan dan iqomah,
sepertiga malam terakhir, saat mendengar adzan, dan setelah shalat subuh sampai
terbit matahari.
FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENOLONG PENJAGAAN WAKTU
1.
Muhasabah
Diri.
Coba lah evaluasi dan tanya diri kita ! Apa yang sudah dikerjakan hari
ini ? Waktu anda sehari penuh digunakan untuk apa ? Apakah kebaikan anda hari
ini bertambah atau justru sebaliknya, kejelekannya yang bertambah?
1. Membina Jiwa Untuk Memiliki Semangat Yang Tinggi.
2. Berteman Dengan Orang Yang
Pandai Menjaga Waktunya.
3. Belajar Dari Ulama Salafush
Shalih Dalam Hal Pemanfaatan Waktu.
4. Membagi Waktu Untuk
Beberapa Kegiatan Agar Tidak Bosan.
5. Sadari Bahwa Waktu Yang
Sudah Lewat Tak Akan Kembali.
6. Mengingat Kematian.
7. Menjauhi Teman Yang Senang Membuang Waktu.
8. Menyadari Bahwa Manusia Akan Ditanya Di Akhirat Tentang Waktunya.
KEWAJIBAN MUSLIM TERHADAP WAKTUNYA
1.
Selalu
bersemangat untuk istifadah dari waktunya.
2.
Pandai
mengatur waktu. Salah satu orang Shalih berkata :
“Waktu-waktu hamba
itu hanya ada empat tidak ada yang kelima : Nikmat, cobaan, tho’at dan maksiat.
Dan pada setiap waktu tersebut ada hak Allahnya sesuai dengan tuntutan
rububiyah-Nya”
3.
Memanfaatkan
waktu kosong. Rasulullah saw bersabda :
“Dua nikmat dimana banyak manusia yang
tertipu; Nikmat sehat dan nikmat kosong” (HR. Bukhori).
MARAJI’
1.
Kaifa
Nastatsmiru Auqotana, Al Qismu Ilmi Darul Wathan
2.
Majalisu
Syahri Ramadhan, Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin
3.
Mufsidatul
Qalbil Khomsah, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah
4.
Tajkiyatun
Nufus, Ibnu Rajab, Ibnu Qayyim dan Al
Ghazali, Tartib : Ahmad Farid
5.
Tazkiyatun
Nafs, Abul Bara’ Sa’ad bin Muhammad Ath Thukhais